24 Maret 2015

Jejak Langkah dan Ajaran Sosrokartono




          “Nun di suatu masa nanti, Terusan Suez bakal mandi darah, api berkobar dahsyat di Benua Asia dan Afrika. Akhirnya kedua benua, akan berpaut menyatu padu di kota ini (Bandung)”
                                                                                     Ramalan Sosrokartono, 1940.

       Apa yang dikatakan oleh Drs.RMP Sosrokartono (1877 – 1952), kakak kandung pahlawan nasional RA Kartini, ternyata menjadi kenyataan. Terbukti pada tahun 1955, Kota Bandung dijadikan ajang Konferensi Asia-Afrika. Suatu tiang pancang awal kebangkitan dan persatuan bangsa-bangsa di benua Asia-Afrika yang baru merdeka, terlepas dari penindasan dan penjajahan oleh kaum kolonialis. Dan itu dimulai dengan “Krisis Suez” yang terjadi di awal tahun 1950-an, dan meibatkan kekuatan militer Inggris dan Prancis. Menghadapi Mesir yang mendapat bantuan dan simpati negara-negara Arab dan Asia-Afrika lainnya. Kejadian itu persis, sesuai dengan ramalan atau “visi gaib” dari Sosrokartono, 15 tahun sebelumnya.
       Sastria pendita nan waskita
       Sosrokatono memilki kekuatan spiritual yang hebat. Waskita dan waspada! Sebagian orang menyatakan bahwa beliau memiliki ‘indera keenam’ dan ‘mata ketiga’, istilah-istilah yang kurang dipahami oleh orang awam.
       Sejak usia muda, beliau sudah terlihat bakat paranormalnya. Pada suatu hari di tahun 1880, Sosrokarto
yang baru berusia tiga tahun, mengumpulkan semua barang mainannya. Kemudian dikemasi dalam suatu wadah, siap untuk dibawa, bila sewaktu-waktu keluarga RM Samingun (ayah Kartono-Kartini) harus alih tugas dari Mayong.
     Orang-orang di rumah bertanya pada Kartono kecil: “Mengapa alat-alat permainanmu kau kumpulkan?”
     Jawab Kartono :    “Mau pindah rumah”
     Penanya            :    “Siapa yang mau pindah?”
     Jawab Kartono :     “Ayah !”
     Penanya           :      “Pindah ke mana?”
     Jawab Kartono:      “Ke Jepara”.
      Bukan main! Sungguh aneh kala itu! Tiga bulan kemudian masih di tahun 1880 itu  juga, ayahnya menerima ‘Surat Besluit Gepernemen’ yang memindahkan RM Samingun ke Jepara, untuk menduduki jabatan Bupati Jepara. Menggantikan kedudukan ayah mertuanya.
      Semua tepat seperti ramalan “si Kakek Kecil” , nama julukan Sosrokartono di lingkungan keluarga RM Samingun. Memang  si Kakek Kecil ini memiliki sifat ‘terang-pandang’ atau ‘clairvoyance’ sebagaimana terjadi dalam kisah berikut ini:
      Tahun 1918, Perang Dunia I di Eropa usai sudah. Prancis dan Jerman mengadakan perundingan rahasia di tengah hutan Campienne, Prancis. Tempat perundingan diajaga ketat, tak ada wartawan yang dipernenankan hadir dalam pertemuan itu. Sebelum keluar pengumuman resmi, surat kabar ‘New York Herald Tribune’ telah menyiarkan hasil perundingan. Pengirim beritanya adalah seorang koresponden di Eropa dengan kode ‘bintang tigs’, kode Drs.Sosrokartono. Kejadian tersebut sempat mengejutkan pers dunia, sehingga belia diberi julukan “wartawan agung”.
       Keanehan-keanehan atau keajaiban lain seputar beliau, banyak terjadi dan dialami oleh para pengikutnya, sampai akhir hayatnya dan dimakamkan di Sidho Mukti, Kudus tahun 1952.
       Drs.RMP Sosrokartono yang lulusan Universitas I eiden, tergolong genius. Menguasai 36 bahasa, terdiri dari 17 macam bahasa Eropa, 9 macam bahasa Timur dan 10 bahasa daerah Indonesia.
       Beliau menguasai bahasa sampai ke dialek-dialeknya. Sebagaimana terjadi di zaman pendudukan Jepang. Masa itu beliau lebih tekun hidup prihatin. Puasa, mengurung diri beberapa hari di kamar pribadinya. Tiba-tiba dating seorang Nyonya Eropa, uluk salam –“Good morning doctor!” Masih belum ada jawaban.
       Baru setelah si nyonya mengucap salam buat ketigakalinya, Sosrokartono keluar dari kamarnya, menyambut salam si nyonya dan mempersilahkan tamunya masuk. Kemudian terjadilah obrolan yang asyik, diseling tawa-ria, dengan menggunakan bahasa yang tak dipahami leh para hadirin yang siang malam selalu membanjiri rumah Darussalam di Jl.Pungkur No.19 Bandung.
        Mengapa si Nyonya Eropa harus uluk salam sampai tiga kali? Ssrokartono member penjelasan kepada para pengikutnya. Dari logat ucapan ‘good morning’ yang pertama, Sosrokartono langsung mengetahui bahwa si nyonya bukan orang Inggris. Dari logat salam yang kedua, diketahui bahwa si nyonya adalah orang Rusia. Selanjutnya, ucapan ‘good morning’  yang ketiga, Sosrokartono memastikan si nyonya berasal dari daerah Ukrania. Ternyata benar, nyonya tadi adalah orang Rusia. Tokoh dunua theosofi yang terkenal dan misterius. Datang dan meninggalkan tempat dalam waktu sekejap mata.
       Karena kemahirannya berbahasa, maka Sosrokartono diminta menjadi juru bahasa tunggal di forum Volkenbond  (cikal bakal PBB) di Geneva. Swiss pada tahun 1918. Kemudian Sosrokartono diangkat oleh pemerintah Prancis menjadi pegawai tinggi pada Kedutaan Prancis di Den Haag, tahun 1921. Tatkala beliau di Jenewa (tahun 1918 – 1920), Sosrokartono sering mengadakan perjalanan keliling, singgah di Negara-negara Eropa sesuai dengan hasrat hatinya, ingin mengenal bangsa-bangsa di dunia.
      Dalam perjalanan dari Swiss menuju Italia, sesampainya di lereng Pegunungan Alpen yang membatasi kedua Negara, Sosrokartono dibegal oleh sekawanan penyamun bangsa Italia. Selain barang bawaannya dirampas, para penyamun berniat membubuhnya. Maka dengan bahasa Italia bernada halus Kartono meminta barang waktu sesaat untuk mengerjakan shalat dan menulis sepucuk surat buat ibunya di Pulau Jawa. Timbul perdebatan. Kartono mengajukan alas an, bahwa ibundanya yang selalu akan menunggu kedatangannya, mrasa cemas tanpa berita dari putranya yang jauh di rantau orang. “Bila aku telah memberi kabar kepada ibuku tentang kematianku, silahkan anda bunuh aku”, begitu kata Kartono kepada para penyamun. Mendengar kata-kata tadi, bajingan-bajingan Italia itu merasa terharu. Lalu mengembalikan seluruh harta milik Kartono, dan mengantarkannya dengan naik pedati memasuki perbatasan Italia.
        Kejadian itu membuktikan, bahwa sikap berhikmat kepada Ibunda, dapat menjadi doa restu selamat bagi dirinya. Sosrokartono telah membuktikan kebenaran ungkapan; tiada keramat yang paling ampuh di dunia selain doa Ibu, atau istilah Sunda –‘Indung Tunggul Rahayu!
       Sejak kejadian di lereng Pegungan Alpen itu, Sosrokartono amat rindu kepada ibundanya yang tinggal di Salatiga. Maka pulanglah beliau ke tanah air. Dan memilih Kota Bandung pada tahun 1927 sebagai tempat huniannya.
       Pada akhir 1927-an beliau aktif menjadi pendidik di Perguruan Taman Siswa, selain juga menjadi tokoh spiritual, pendukung pergerakan nasional di Kota Bandung. Para tokoh pergerakan nasional seperti Soekarno, juga mahasiswa TH yang lagi menghadapi ujian, sering sowan kepada beliau, untuk memohon doa restu. Kala Soekarno muda jadi ‘singa podium’ di Bandung, dapat dipastikan Sosrokartono hadir ‘diam’ memberikan dukungan moral di sisinya.
       Pada suatu ketika, Sosrokartono yang yang dituakan di Perguruan Taman Siswa, mendapat undangan untuk meresmikan gedung sekolah milik perguruan itu di Garut dan Cianjur. Repotnya, hari, tanggal dan peresmian waktunya bersamaan. Namun entah bagaimana caranya, ternyata pada saat yang bersamaan di dua tempat yang berjauhan (Garut dan Cianjur) peresmian gedung sekolah, dapat dilaksanakan oleh beliau. Hal itu terbukti dari dua lembar foto dan berita surat kabar, yang menyiarkan pristiwa tersebut.
       Sejak Sosrokartono mendiami rumah ‘Darussalam’ di Jl.Pungkur No.19, beliau sering menolong orang yang susah, sakit, dan kesulitan mental maupun spiritual. Beliau menolong ‘pasiennya’ dengan member air putih sebagi media penyembuhan. Oleh karena itu beliau sering disebut sebagai ‘Dokter Cai’.
       Tatkala Sosrokartono masih hidup, pernah mengatakan bahwa beliau tidak mengajarkan sesuatu, tidak mempunyai murid atau menjadi guru. Baginya: “Murid gurune pribadi, guru muride pribadi, pamulangane sengsara sesame, ganjarane ayu lan arume sesame”  (‘Guru sang murid adalah pribadi murid sendiri, murid sang guru adalah pribadi guru sendiri, bahan pelajarannya adalah kesengsaraan dan penderitaan sesame manusia, pahalanya adalah kebahagiaan bagi sesama hidup’).
       Hakikat hidup ini adalah cinta kasih manusia kepada Tuhan. Cinta kasih itu hendaknya disalurkan dengan mengambakan diri kepada hamba Tuhan (sesama  manusia).
      Pandangan hidup Sosrokartono, memegang teguh ‘laku’, tindakan dan perbuatan, yang disebut ‘Catur Murti’.  Catur Murti ini merupakan perilaku kehidupan. Maka bagi mereka yang ingin mempelajarinya, berdatangan ke tempat kediaman beliau di Bandung kala itu. Mereka disebut ‘monosuko’, yaitu orang-orang yang suka rela datang tanpa diundang ke tempat itu ***@
                                                                                (sumber: Ir.Harry Kunto-ITB)

Tidak ada komentar: